tag:blogger.com,1999:blog-40537643175530245732024-03-14T13:53:51.150+08:00SENI UNGUSeni & MotivasiUnknownnoreply@blogger.comBlogger117125tag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-37601583561744277352015-02-24T12:36:00.000+08:002015-02-24T12:36:45.006+08:00Cara Memandang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Seorang motivator bisnis yang terkenal, Jim Rohn, diundang sebuah perusahaan untuk melakukan motivasi memacu semangat karyawannya yang sudah mengendor.<br />
<br />
Dalam presentasinya, Jim Rohn mengambil satu kertas putih yang besar, kemudian dia membuat sebuah titik hitam kecil dengan pen persis di tengah kertas itu.<br />
<br />
Dia kemudian memperlihatkan kertas itu kepada semua orang yang hadir disana. Lalu bertanya, “Apakah yang dapat lihat di kertas ini?”<br />
<br />
Dengan cepatnya seorang pria langsung menjawab “ Saya melihat sebuah titik hitam”.<br />
<br />
“Baik, apa lagi yang kamu lihat selain titik hitam?” Jim kembali bertanya.<br />
<br />
yang lainnya terus memberikan jawaban yang sama : “Hanya sebuah titik hitam.”<br />
<br />
“Tidakkah kamu melihat yang lainnya, selain titik hitam?”<br />
<br />
Jim bertanya terus mengejar jawaban lain. “Tidak” dengan serentak, hampir seluruh pengunjung itu menjawabnya.<br />
<br />
“Bagaimana dengan lembaran kertas putih ini?”<br />
<br />
Jim kembali bertanya “Saya yakin kamu semua pasti melihatnya, tetapi mengapa tidak ada yang memperhatikannya?<br />
<br />
Dan hanya melihat pada sebuah titik kecil saja?”<br />
<br />
Jim kemudian menjelaskan : “Dalam hidup ini, kita juga selalu lalai dan mengabaikan akan banyak hal hal yang baik, hal2 yang dahsyat, hal2 yang cermerlang, hal2 yang indah, yang kita miliki atau pernah terjadi di sekitar kita, dan kita selalu hanya Fokus dan memberikan perhatian pada masalah Kecil, masalah Sepele, masalah Keuangan, masalah Kekecewaan, masalah Kegagalan.<br />
<br />
Masalah kita itu, persis seperti sebuah titik hitam kecil , dalam lembaran kertas besar ini.<br />
<br />
Masalah itu hanyalah kecil dan tidak signifikan, jika kita dapat meluaskan pandangan kita untuk melihat dalam hidup kita, persis seperti kita lihat seluruh lembaran kertas ini, maka titik hitam tadi sangat kecil dan hampir tidak berarti.”<br />
<br />
Apakah Anda termasuk orang yang juga selalu melihat titik hitam itu?</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-40542840170823291152013-07-05T11:56:00.004+08:002013-07-05T11:56:31.061+08:00Sudut Pandang,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
1. Doa bukanlah “ban serep” yang dapat kamu keluarkan ketika dalam masalah, tapi “kemudi” yang menunjukkan arah yang tepat.<br />
<br />
2. Kenapa kaca depan mobil sangat besar dan kaca spion begitu kecil? Karena masa lalu kita tidak sepenting masa depan kita. Jadi, pandanglah ke depan dan majulah.<br />
<br />
3. Pertemanan itu seperti sebuah buku. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membakarnya, tapi butuh waktu tahunan untuk menulisnya.<br />
<br />
4. Semua hal dalam hidup adalah sementara. Jika berlangsung baik, nikmatilah, karena tidak akan bertahan selamanya.<br />
Jika berlangsung salah, jangan khawatir, karena juga tidak akan bertahan lama.<br />
<br />
<br />
5. Seringkali ketika kita hilang harapan dan berpikir ini adalah akhir dari segalanya, Tuhan tersenyum dari atas dan berkata ” Tenang sayang, itu hanyalah belokan, bukan akhir!<br />
<br />
6. Ketika Tuhan memecahkan masalahmu, kamu memiliki kepercayaan pada kemampuanNya; ketika Tuhan tidak memecahkan masalahmu, Dia memiliki kepercayaan pada kemampuanmu.<br />
<br />
7. Seorang buta bertanya pada Tuhan : “Apakah ada yang lebih buruk daripada kehilangan penglihatan mata?”<br />
Tuhan menjawab : “Ya ada!, kehilangan visimu dan kepesimisan yg ada didiri seseorang!!”<br />
<br />
8. Ketika kamu berdoa untuk orang lain, Tuhan mendengarkanmu dan memberkati mereka, dan terkadang, ketika kamu aman dan happy, ingat bahwa seseorang telah mendoakanmu.<br />
<br />
9. Khawatir tidak akan menghilangkan masalah besok, hanya akan menghilangkan kedamaian hari ini.</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-54221494223699509822013-06-20T15:42:00.002+08:002013-06-20T15:42:48.718+08:00Kisah Nyata,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang.<br />
<br />
Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica.<br />
<br />
Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah. Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.<br />
<br />
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.<br />
<br />
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya. Sambil tersenyum ia berkata, “Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada Mommy!”<br />
<br />
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya, “Tunggu…, sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?”<br />
<br />
“Nama saya Elic, Tante.”<br />
<br />
“Eric? Eric… Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?”<br />
<br />
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu.<br />
<br />
Ya, saya harus mati…, mati…, mati… Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric…<br />
<br />
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang sebenarnya terjadi?”<br />
“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu.” tTpi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..<br />
<br />
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric..Eric…<br />
<br />
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap sekali… Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.<br />
<br />
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. ..<br />
<br />
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, saya pun keluar dari ruangan itu… Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.<br />
<br />
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.<br />
<br />
“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”<br />
<br />
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”<br />
<br />
Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!<br />
<br />
Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia<br />
belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini ntukmu…”<br />
Saya pun membaca tulisan di kertas itu…<br />
<br />
“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”<br />
<br />
Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…<br />
katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!<br />
Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”<br />
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.<br />
<br />
“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia.. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana … Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari<br />
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana .<br />
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.<br />
<br />
<i>(kisah nyata di irlandia utara) sumber www.ceritakristen.org</i></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-58286070178509229632013-06-19T17:42:00.000+08:002013-06-19T17:42:08.661+08:00Kekuatan DOA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kisah Pengusaha Yang di Jemput Malaikat – Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke, sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Disaat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia Roh seorang Malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.<br />
<br />
Malaikat memulai pembicaraan, “kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!<br />
<br />
“Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . ” kata si pengusaha ini dengan yakinnya.<br />
Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.<br />
<br />
Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, “apakah besok pagi aku sudah pulih? pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit“.<br />
<br />
Dengan lembut si Malaikat berkata, “anakku, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktu mu tinggal 60 menit lagi, rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu”.<br />
<br />
Tanpa menunggu reaksi dari si pengusaha, si Malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Dilayar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka”.<br />
<br />
Kata Malaikat, “aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu”<br />
<br />
Kembali terlihat dimana si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh,” Tuhan,<br />
aku tau kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tau dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tau dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalau pun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu, tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan seorang ayah dan hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri.”<br />
dan setelah itu istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat”.<br />
<br />
Melihat peristiwa itu, tampa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini . . . timbul penyesalan bahwa selama ini dia bukanlah suami yang baik dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya, dan malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.<br />
<br />
Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini, penyesalan yang luar biasa tapi waktunya sudah terlambat ! tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang !<br />
<br />
Dengan setengah bergumam dia bertanya, “apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?”<br />
<br />
Jawab si Malaikat,’” ada beberapa yang berdoa buatmu tapi mereka tidak tulus, bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini, itu semua karena selama ini kamu arogant, egois dan bukanlah atasan yang baik, bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah”.<br />
Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia, tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam.<br />
<br />
Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.<br />
<br />
Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, “anakku, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! kau tidak jadi meninggal, karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00″.<br />
<br />
Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu?. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.<br />
Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan.<br />
<br />
Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tau tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri.<br />
<br />
Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalau seorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU, setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu.<br />
<br />
Doa sangat besar kuasanya, tak jarang kita malas, tidak punya waktu, tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain.<br />
<br />
Ketika kita mengingat seorang sahabat lama / keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia, mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.<br />
<br />
Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.<br />
<br />
sumber:www.ceritakristen.org</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-80288022159467489242013-06-17T17:14:00.000+08:002013-06-17T17:14:30.649+08:001000 Sabtu,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja. Apapun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi amat menyenangkan.<br />
<br />
Beberapa minggu yang lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dengan membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya. Apa yang biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yang tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya.<br />
<br />
Aku keraskan suara radioku untuk mendengarkan suatu acara Bincang-bincang Sabtu Pagi. Aku dengar seseorang agak tua dengan suara emasnya. Ia sedang berbicara mengenai seribu kelereng kepada seseorang di telpon yang dipanggil “Tom”. Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan apa obrolannya.<br />
<br />
“Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dengan pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sangat sayang sekali kau harus meninggalkan rumah dan keluargamu terlalu sering. Sulit kupercaya kok ada anak muda yang harus bekerja 60 atau 70 jam seminggunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk menonton pertunjukan tarian putrimu pun kau tak sempat”.<br />
<br />
Ia melanjutkan : “Biar kuceritakan ini, Tom, sesuatu yang membantuku mengatur dan menjaga prioritas apa yang yang harus kulakukan dalam hidupku”.<br />
<br />
Lalu mulailah ia menerangkan teori “seribu kelereng” nya. “Begini Tom, suatu hari aku duduk-duduk dan mulai menghiitung-hitung. Kan umumnya orang rata-rata hidup 75 tahun. Ya aku tahu, ada yang lebih dan ada yang kurang, tapi secara rata-rata umumnya kan sekitar 75 tahun. Lalu, aku kalikan 75 ini dengan 52 dan mendapatkan angka 3900 yang merupakan jumlah semua hari Sabtu yang rata-rata dimiliki seseorang selama hidupnya. Sekarang perhatikan benar-benar Tom, aku mau beranjak ke hal yang lebih penting”.<br />
<br />
“Tahu tidak, setelah aku berumur 55 tahun baru terpikir olehku semua detail ini”, sambungnya, “dan pada saat itu aku kan sudah melewatkan 2800 hari Sabtu. Aku terbiasa memikirkan, andaikata aku bisa hidup sampai 75 tahun, maka buatku cuma tersisa sekitar 1000 hari Sabtu yang masih bisa kunikmati”.<br />
<br />
“Lalu aku pergi ketoko mainan dan membeli tiap butir kelereng yang ada. Aku butuh mengunjungi tiga toko, baru bisa mendapatkan 1000 kelereng itu. Kubawa pulang, kumasukkan dalam sebuah kotak plastik bening besar yang kuletakkan di tempat kerjaku, di samping radio. Setiap Sabtu sejak itu, aku selalu ambil sebutir kelereng dan membuangnya”.<br />
<br />
“Aku alami, bahwa dengan mengawasi kelereng-kelereng itu menghilang, aku lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang betul-betul penting dalam hidupku. Sungguh, tak ada yang lebih berharga daripada mengamati waktumu di dunia ini menghilang dan berkurang, untuk menolongmu membenahi dan meluruskan segala prioritas hidupmu”.<br />
<br />
“Sekarang aku ingin memberikan pesan terakhir sebelum kuputuskan teleponmu dan mengajak keluar istriku tersayang untuk sarapan pagi. Pagi ini, kelereng terakhirku telah kuambil, kukeluarkan dari kotaknya. Aku befikir, kalau aku sampai bertahan hingga Sabtu yang akan datang, maka Allah telah meberi aku dengan sedikit waktu tambahan ekstra untuk kuhabiskan dengan orang-orang yang kusayangi”.<br />
<br />
“Senang sekali bisa berbicara denganmu, Tom. Aku harap kau bisa melewatkan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang kau kasihi, dan aku berharap suatu saat bisa berjumpa denganmu. Selamat pagi!”<br />
<br />
Saat dia berhenti, begitu sunyi hening, jatuhnya satu jarumpun bisa terdengar! Untuk sejenak, bahkan moderator acara itupun membisu. Mungkin ia mau memberi para pendengarnya, kesempatan untuk memikirkan segalanya. Sebenarnya aku sudah merencanakan mau bekerja pagi itu, tetapi aku ganti acara, aku naik ke atas dan membangunkan istriku dengan sebuah kecupan.<br />
<br />
“Ayo sayang, kuajak kau dan anak-anak ke luar, pergi sarapan”.<br />
“Lho, ada apa ini…?”, tanyanya tersenyum.<br />
“Ah, tidak ada apa-apa, tidak ada yang spesial”, jawabku, “Kan sudah cukup lama kita tidak melewatkan hari Sabtu dengan anak-anak ? Oh ya, nanti kita berhenti juga di toko mainan ya? Aku butuh beli kelereng.”<br />
<br />
have a great weekend and may all saturdays be special and may you have many happy years after you lose all your marbles.<br />
<br />
Shared by Fr. Rick of Kingston, NY</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-9611735506398889412013-06-14T13:51:00.003+08:002013-06-14T13:51:41.291+08:00Burung Gagak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Pada suatu sore seorang ayah bersama anaknya yang baru saja menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.<br />
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pohon. Si ayah lalu menunjuk ke arah gagak sambil bertanya, “Nak, apakah benda tersebut?”<br />
“Burung gagak,” jawab si anak.<br />
Si ayah mengangguk-angguk, namun beberapa saat kemudian mengulangi lagi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi lalu menjawab dengan sedikit keras.<br />
“Itu burung gagak ayah!”<br />
<br />
Tetapi sejenak kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak marah dengan pertanyaan yang sama dan diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih keras, “BURUNG GAGAK!!”<br />
Si ayah terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama sehingga membuatkan si anak kehilangan kesabaran dan menjawab dengan nada yang ogah-ogahan menjawab pertanyaan si ayah, “Gagak ayah.......”.<br />
Tetapi kembali mengejutkan si anak, beberapa saat kemudian si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanyakan pertanyaan yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar kehilangan kesabaran dan menjadi marah.<br />
<br />
<br />
“Ayah!!! saya tidak mengerti ayah mengerti atau tidak. Tapi sudah lima kali ayah menanyakan pertanyaan tersebut dan sayapun sudah memberikan jawabannya. Apakah yang ayah ingin saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak ayah.....”, kata si anak dengan nada yang begitu marah.<br />
<br />
Si ayah kemudian bangkit menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang terheran-heran. Sebentar kemudian si ayah keluar lagi dengan membawa sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih marah dan bertanya-tanya. Ternyata benda tersebut sebuah diari lama.<br />
“Coba kau baca apa yang pernah ayah tulis di dalam buku diary itu”, pinta si ayah.<br />
Si anak taat dan membaca bagian yang berikut..........<br />
“Hari ini aku di halaman bersama anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, “Ayah, apakah itu?”.<br />
<br />
Dan aku menjawab, “Burung gagak”.<br />
<br />
Walau bagaimana pun, anak ku terus bertanya pertanyaan yang sama dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sampai 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayang aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya. Aku berharap bahwa hal tersebut menjadi suatu pendidikan yang berharga.”<br />
<br />
<br />
Setelah selesai membaca bagian tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si ayah yang kelihatan sayu.<br />
Si ayah dengan perlahan bersuara, “ Hari ini ayah baru menanyakan kepadamu pertanyaan yang sama sebanyak lima kali, dan kau telah kehilangan kesabaran dan marah.”<br />
<br />
Salah satu hikmah dari kisah inspirasi diatas, adalah<br />
“Kesabaran itu sesungguhnya milik seorang ayah. Tanpa mau dilihat, ia ingin berbuat”<br />
<br />
<br />
<br />
<i>sumber :www.livebeta.kaskus.co.id</i></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-56342763732440090062013-06-13T11:06:00.000+08:002013-06-13T11:06:07.567+08:00Chatting with God<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Chatting with God<br />
Semuanya pilihan kita…<br />
…..<br />
…………<br />
……………….<br />
<br />
Connecting to Heaven & Earth Messenger<br />
Sign in…<br />
<br />
TUHAN :<br />
Kamu memanggilKu ?<br />
<br />
AKU :<br />
Memanggilmu?<br />
Tidak.. Ini siapa ya?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Ini TUHAN.<br />
Aku mendengar doamu.<br />
Jadi Aku ingin berbincang-bincang denganmu.<br />
<br />
AKU :<br />
Ya, saya memang sering berdoa, hanya agar saya merasa lebih baik.<br />
Tapi sekarang saya sedang sibuk, sangat sibuk .<br />
<br />
TUHAN :<br />
Sedang sibuk apa? Semut juga sibuk.<br />
<br />
AKU :<br />
Nggak tau ya.<br />
Yang pasti saya tidak punya waktu luang sedikitpun.<br />
Hidup jadi seperti diburu-buru.<br />
Setiap waktu telah menjadi waktu sibuk.<br />
<br />
TUHAN :<br />
Benar sekali.<br />
Aktivitas memberimu kesibukan.<br />
Tapi produktivitas memberimu hasil.<br />
Aktivitas memakan waktu, produktivitas membebaskan waktu.<br />
<br />
AKU :<br />
Saya mengerti itu.<br />
Tapi saya tetap tidak dapat menghindarinya.<br />
Sebenarnya, saya tidak mengharapkan Tuhan mengajakku chatting seperti ini.<br />
<br />
<br />
TUHAN :<br />
Aku ingin memecahkan masalahmu dengan waktu, dengan memberimu beberapa<br />
petunjuk.<br />
Di era Internet ini, Aku ingin menggunakan medium yang lebih nyaman untukmu<br />
daripada mimpi misalnya.<br />
<br />
AKU :<br />
OKE, sekarang beritahu saya, mengapa hidup jadi begitu rumit?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Berhentilah menganalisa hidup.<br />
Jalani saja.<br />
Analisalah yang membuatnya jadi rumit.<br />
<br />
AKU :<br />
Kalau begitu mengapa kami manusia tidak pernah merasa senang?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Hari ini adalah Hari esok yang kamu khawatirkan kemarin.<br />
Kamu merasa khawatir karena kamu menganalisa.<br />
Merasa khawatir menjadi kebiasaanmu.<br />
Karena itulah kamu tidak pernah merasa senang.<br />
<br />
AKU :<br />
Tapi bagaimana mungkin Kita tidak khawatir jika Ada begitu banyak<br />
ketidakpastian.<br />
<br />
TUHAN :<br />
Ketidakpastian itu tidak bisa dihindari.<br />
Tapi kekhawatiran adalah sebuah pilihan.<br />
<br />
AKU :<br />
Tapi begitu banyak rasa sakit karena ketidakpastian.<br />
<br />
TUHAN :<br />
Rasa sakit tidak bisa dihindari,<br />
Tetapi penderitaan adalah sebuah pilihan.<br />
<br />
AKU :<br />
Jika penderitaan itu pilihan, mengapa orang baik selalu menderita?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Intan tidak dapat diasah tanpa gesekan..<br />
Emas tidak dapat dimurnikan tanpa api.<br />
Orang baik tidak dapat melewati rintangan, tanpa menderita.<br />
Dengan pengalaman itu hidup mereka menjadi lebih baik, bukan sebaliknya.<br />
<br />
AKU :<br />
Maksudnya pengalaman pahit itu berguna?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Ya.<br />
Dari segala sisi, pengalaman adalah guru yang keras.<br />
Guru pengalaman memberi ujian dulu, baru pemahamannya.<br />
<br />
AKU :<br />
Tetapi, mengapa kami harus melalui semua ujian itu?<br />
Mengapa kami tidak dapat hidup bebas dari masalah?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Masalah adalah rintangan yang ditujukan untuk meningkatkan kekuatan mental.<br />
Kekuatan dari dalam diri bisa keluar melalui perjuangan dan rintangan,<br />
bukan dari berleha-leha.<br />
<br />
AKU :<br />
Sejujurnya, di tengah segala persoalan ini, kami tidak tahu kemana harus<br />
melangkah…<br />
<br />
TUHAN :<br />
Jika kamu melihat ke luar, maka kamu tidak akan tahu kemana kamu melangkah.<br />
Lihatlah ke dalam.<br />
Melihat ke luar, kamu bermimpi. Melihat ke dalam, kamu terjaga.<br />
Mata memberimu penglihatan. Hati memberimu arah.<br />
<br />
AKU :<br />
Kadang-kadang ketidakberhasilan membuatku menderita.<br />
Apa yang dapat saya lakukan?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Keberhasilan adalah ukuran yang dibuat oleh orang lain.<br />
Kepuasan adalah ukuran yang dibuat olehmu sendiri.<br />
Mengetahui tujuan perjalanan akan terasa lebih memuaskan daripada<br />
mengetahui bahwa kau sedang berjalan.<br />
Bekerjalah dengan kompas, biarkan orang lain berkejaran dengan waktu.<br />
<br />
AKU :<br />
Di dalam saat-saat sulit, bagaimana saya bisa tetap termotivasi?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Selalulah melihat sudah berapa jauh kamu berjalan, daripada masih berapa<br />
jauh kamu harus berjalan.<br />
Selalu hitung yang harus kamu syukuri, jangan hitung apa yang tidak kamu<br />
peroleh.<br />
<br />
AKU :<br />
Apa yang menarik dari manusia?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Jika menderita, mereka bertanya “Mengapa harus aku?”.<br />
Jika mereka bahagia, tidak Ada yang pernah bertanya “Mengapa harus aku?”<br />
<br />
AKU :<br />
Kadangkala saya bertanya, siapa saya, mengapa saya di sini?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Jangan mencari siapa kamu, tapi tentukanlah ingin menjadi apa kamu.<br />
Berhentilah mencari mengapa saya di sini.<br />
Ciptakan tujuan itu.<br />
Hidup bukanlah proses pencarian, tapi sebuah proses penciptaan.<br />
<br />
AKU :<br />
Bagaimana saya bisa mendapatkan yang terbaik dalam hidup ini?<br />
<br />
TUHAN :<br />
Hadapilah masa lalumu tanpa penyesalan.<br />
Peganglah saat ini dengan keyakinan.<br />
Siapkan masa depan tanpa rasa takut.<br />
<br />
AKU :<br />
Pertanyaan terakhir, Tuhan.<br />
Seringkali saya merasa doa-doaku tidak dijawab.<br />
<br />
TUHAN :<br />
Tidak Ada DOA yang tidak dijawab.<br />
Seringkali jawabannya adalah TIDAK.<br />
<br />
AKU :<br />
Terima kasih Tuhan atas chatting yang indah ini.<br />
<br />
TUHAN :<br />
Oke.<br />
Teguhlah dalam iman, dan buanglah rasa takut.<br />
Hidup adalah misteri untuk dipecahkan, bukan masalah untuk diselesaikan.<br />
Percayalah padaKu.<br />
Hidup itu indah jika kamu tahu cara untuk hidup.<br />
<br />
………TUHAN has signed out</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-47454523440439186342013-06-11T13:56:00.000+08:002013-06-11T13:56:09.087+08:00Kumis Yang Bau<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Seorang anak kecil yang masih polos menggoda bapaknya yang sedang tidur dengan mengoleskan terasi bau pada sekitar kumisnya.<br />
<br />
Ketika bangun, ia terkejut karena menghirup bau yang sangat menyengat hidungnya. Ia mulai pindah kekamar depan, belakang, kamar belajar, keseluruh ruangan, tetapi tetap saja bau itu ada. Ia menjadi marah dan bersungut-sungut pada seisi rumah dan menyimpulkan bahwa rumah itu bau terasi, padahal bau terasi itu bukan ada ditempat lain, melainkan di atas kumis si bapak!<br />
<br />
Demikian pula halnya dengan setiap orang disekeliling kita. Kita ingin supaya orang lain berubah, lingkungan kita berubah, tetapi yang sebetulnya kita harus terlebih dahulu menjadi baik dan 'membersihkan terasi di atas kumis' baru orang disekeliling kita berubah.<br />
<br />
Belajar menerima orang-orang sebagaimana adanya, bukan mengharapkan mereka melakukan hal-hal yang tidak sanggup mereka lakukan, hidup menjadi lebih berbahagia baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain.<br />
<br />
Kita akan menemukan orang baik kelihatan baik, orang jahat kelihatan baik, syaratnya Cuma satu, kita menjadi manusia baik. Jika kita sudah menjadi manusia baik, siapapun akan senantiasa terlihat baik. (Gede Prama)</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-72054584890736473712013-05-25T11:11:00.000+08:002013-05-25T11:11:54.988+08:00Hati Seluas Samudra<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Dahulu kala, hiduplah seorang guru yang terkenal bijaksana. Pada suatu pagi, datanglah seorang pemuda dengan langkah lunglai dan rambut masai. Pemuda itu sepertinya tengah dirundung masalah. Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahannya: impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.<br />
<br />
Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok.<br />
<br />
“Coba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?” pinta Sang Guru.<br />
<br />
“Asin dan pahit, pahit sekali,” jawab pemuda itu, sembari meludah ke tanah.<br />
<br />
Sang Guru hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya berjalan ke tepi telaga di hutan dekat kediamannya. Kedua orang itu berjalan beriringan dalam kediaman. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Guru lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, diaduknya air telaga, membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, ia pun berkata, “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.”<br />
<br />
Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Sang Guru bertanya, “Bagaimana rasanya?”<br />
<br />
“Segar,” sahut pemuda itu.<br />
<br />
“Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?” tanya Sang Guru.<br />
<br />
“Tidak,” jawab si anak muda.<br />
<br />
Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.<br />
<br />
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan cara pandang terhadap kehidupan. Kamu akan banyak belajar dari keluasan itu.”<br />
<br />
“Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan. Hati yang seluas dunia!”<br />
<br />
Keduanya beranjak pulang. Sang Guru masih menyimpan “segenggam garam” untuk orang-orang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan hati.<br />
<br />
Pesan bijak :<br />
Janganlah mudah mengeluh menjalani kehidupan, hadapi setiap permasalahan dengan kepala dingin dan hati yang lapang.<br />
tersenyumlah, karena dengan itu hidup akan terasa lebih indah.</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-88381146233953688522013-05-16T09:52:00.000+08:002013-05-16T09:52:18.118+08:00Makna Cinta,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Suami saya adalah seorang yang sederhana, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.<br />
<br />
Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.<br />
<br />
Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.<br />
<br />
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.<br />
<br />
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.<br />
<br />
"Mengapa?", tanya suami saya dengan terkejut.<br />
<br />
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya.<br />
<br />
Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.<br />
<br />
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?<br />
<br />
Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?"<br />
<br />
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,"Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya :<br />
"Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"<br />
<br />
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya.<br />
<br />
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan ......<br />
"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."<br />
Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya.<br />
Saya melanjutkan untuk membacanya.<br />
<br />
"Kamu sering pegal-pegal, dan saya memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."<br />
"Kamu senang melakukan pekerjaan, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya akan membuatkan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah "<br />
<br />
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menjagamu dari deburan ombak, menikmati matahari dan pasir yang indah, menemanimu mencari kerang - kerang di pinggir pantai."<br />
<br />
"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir.<br />
"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."<br />
<br />
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.<br />
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya.<br />
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."<br />
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."<br />
<br />
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.<br />
<br />
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.<br />
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.<br />
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.<br />
<br />
Karena cinta tidak harus selalu berwujud "bunga"<br />
<br />
Selamat pagi,,, Berkah Dalem,,,</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-46374627524232584232013-05-15T09:09:00.000+08:002013-05-15T09:09:00.222+08:00Pramugari China Airlines<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Saya adalah seorang pramugari biasa dari China Airline, karena bergabung dengan perusahaan penerbangan hanya beberapa tahun dan tidak mempunyai pengalaman yang mengesankan, setiap hari hanya melayanipenumpang dan melakukan pekerjaan yang monoton.<br />
<br />
Pada tanggal 7 Juni yang lalu saya menjumpai suatu pengalaman yang membuat perubahan pandangan saya terhadap pekerjaan maupun hidup saya.<br />
<br />
Hari ini jadwal perjalanan kami adalah dari Shanghai menuju Peking ,penumpang sangat penuh pada hari ini.<br />
<br />
Diantara penumpang saya melihat seorang kakek dari desa, merangkulsebuah karung tua dan terlihat jelas sekali gaya desanya, pada saatitu saya yang berdiri dipintu pesawat menyambut penumpang kesanpertama dari pikiran saya ialah zaman sekarang sungguh sudah majuseorang dari desa sudah mempunyai uang untuk naik pesawat.<br />
<br />
Ketika pesawat sudah terbang, kami mulai menyajikan minuman, ketikamelewati baris ke 20, saya melihat kembali kakek tua tersebut, diaduduk dengan tegak dan kaku ditempat duduknya dengan memangku karungtua bagaikan patung.<br />
<br />
Kami menanyakannya mau minum apa, dengan terkejut dia melambaikantangan menolak, kami hendak membantunya meletakan karung tua diatasbagasi tempat duduk juga ditolak olehnya, lalu kami membiarkannyaduduk dengan tenang, menjelang pembagian makanan kami melihat diaduduk dengan tegang ditempat duduknya, kami menawarkan makanan jugaditolak olehnya.<br />
<br />
Akhirnya kepala pramugari dengan akrab bertanya kepadanya apakah diasakit, dengan suara kecil dia mejawab bahwa dia hendak ke toilettetapi dia takut apakah dipesawat boleh bergerak sembarangan, takutmerusak barang didalam pesawat.<br />
<br />
Kami menjelaskan kepadanya bahwa dia boleh bergerak sesuka hatinya danmenyuruh seorang pramugara mengantar dia ke toilet, pada saatmenyajikan minuman yang kedua kali, kami melihat dia melirik kepenumpang disebelahnya dan menelan ludah, dengan tidak menanyakannyakami meletakan segelas minuman teh dimeja dia, ternyata gerakan kamimengejutkannya, dengan terkejut dia mengatakan tidak usah, tidak usah,kami mengatakan engkau sudah haus minumlah, pada saat ini denganspontan dari sakunya dikeluarkan segenggam uang logam yang disodorkankepada kami, kami menjelaskan kepadanya minumannya gratis, dia tidakpercaya, katanya saat dia dalam perjalanan menuju bandara, merasa hausdan meminta air kepada penjual makanan dipinggir jalan dia tidakdiladeni malah diusir. Pada saat itu kami mengetahui demi menghematbiaya perjalanan dari desa dia berjalan kaki sampai mendekati bandarabaru naik mobil, karena uang yang dibawa sangat sedikit, hanya dapatmeminta minunam kepada penjual makanan dipinggir jalan itupunkebanyakan ditolak dan dianggap sebagai pengemis.<br />
<br />
Setelah kami membujuk dia terakhir dia percaya dan duduk dengan tenangmeminum secangkir teh, kami menawarkan makanan tetapi ditolak olehnya.<br />
<br />
Dia menceritakan bahwa dia mempunyai dua orang putra yang sangat baik,putra sulung sudah bekerja di kota dan yang bungsu sedang kuliahditingkat tiga di Peking . anak sulung yang bekerja di kota menjemputkedua orang tuanya untuk tinggal bersama di kota tetapi kedua orangtua tersebut tidak biasa tinggal dikota akhirnya pindah kembali kedesa, sekali ini orang tua tersebut hendak menjenguk putra bungsunyadi Peking, anak sulungnya tidak tega orang tua tersebut naik mobilbegitu jauh, sehingga membeli tiket pesawat dan menawarkan menemanibapaknya bersama-sama ke Peking , tetapi ditolak olehnya karenadianggap terlalu boros dan tiket pesawat sangat mahal dia bersikerasdapat pergi sendiri akhirnya dengan terpaksa disetujui anaknya.<br />
<br />
Dengan merangkul sekarung penuh ubi kering yang disukai anakbungsunya, ketika melewati pemeriksaan keamanan dibandara, dia disuruhmenitipkan karung tersebut ditempat bagasi tetapi dia bersikerasmembawa sendiri, katanya jika ditaruh ditempat bagasi ubi tersebutakan hancur dan anaknya tidak suka makan ubi yang sudah hancur,akhirnya kami membujuknya meletakan karung tersebut di atas bagasitempat duduk, akhirnya dia bersedia dengan hati-hati dia meletakankarung tersebut.<br />
<br />
Saat dalam penerbangan kami terus menambah minuman untuknya, diaselalu membalas dengan ucapan terima kasih yang tulus, tetapi diatetap tidak mau makan, meskipun kami mengetahui sesungguhnya dia sudahsangat lapar, saat pesawat hendak mendarat dengan suara kecil diamenanyakan saya apakah ada kantongan kecil? dan meminta saya meletakanmakanannya di kantong tersebut. Dia mengatakan bahwa dia belum pernahmelihat makanan yang begitu enak, dia ingin membawa makanan tersebutuntuk anaknya, kami semua sangat kaget.<br />
<br />
Menurut kami yang setiap hari melihat makanan yang begitu biasa dimataseorang desa menjadi begitu berharga.<br />
<br />
Dengan menahan lapar disisihkan makanan tersebut demi anaknya, denganterharu kami mengumpulkan makanan yang masih tersisa yang belum kamibagikan kepada penumpang ditaruh didalam suatu kantongan yang akankami berikan kepada kakek tersebut, tetapi diluar dugaan dia menolakpemberian kami, dia hanya menghendaki bagian dia yang belum dimakantidak menghendaki yang bukan miliknya sendiri, perbuatan yang tulustersebut benar-benar membuat saya terharu dan menjadi pelajaranberharga bagi saya.<br />
<br />
Sebenarnya kami menganggap semua hal tersebut sudah berlalu, tetapisiapa menduga pada saat semua penumpang sudah turun dari pesawat, diayang terakhir berada di pesawat. Kami membantunya keluar dari pintupesawat, sebelum keluar dia melakukan sesuatu hal yang sangat tidakbisa saya lupakan seumur hidup saya, yaitu dia berlutut dan menyembahkami, mengucapkan terima kasih dengan bertubi-tubi, dia mengatakanbahwa kami semua adalah orang yang paling baik yang dijumpai, kami didesa hanya makan sehari sekali dan tidak pernah meminum air yangbegitu manis dan makanan yang begitu enak, hari ini kalian tidakmemandang hina terhadap saya dan meladeni saya dengan sangat baik,saya tidak tahu bagaimana mengucapkan terima kasih kepada kalian.Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, dengan menyembah dan menangisdia mengucapkan perkataannya. Kami semua dengan terharu memapahnya danmenyuruh seseorang anggota yang bekerja dilapangan membantunya keluardari lapangan terbang.<br />
<br />
Selama 5 tahun bekerja sebagai pramugari, beragam-ragam penumpangsudah saya jumpai, yang banyak tingkah, yang cerewet dan lain-lain,tetapi belum pernah menjumpai orang yang menyembah kami, kami hanyamenjalankan tugas kami dengan rutin dan tidak ada keistimewaan yangkami berikan, hanya menyajikan minuman dan makanan, tetapi kakek tuayang berumur 70 tahun tersebut sampai menyembah kami mengucapkanterima kasih, sambil merangkul karung tua yang berisi ubi kering danmenahan lapar menyisihkan makanannya untuk anak tercinta, dan tidakbersedia menerima makanan yang bukan bagiannya, perbuatan tersebutmembuat saya sangat terharu dan menjadi pengalaman yang sangatberharga buat saya dimasa datang yaitu jangan memandang orang daripenampilan luar tetapi harus tetap menghargai setiap orang dan mensyukuri apa yang kita dapat.<br />
<br />
- peace & love -</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-68397708764992289472013-05-14T14:26:00.000+08:002013-05-14T14:26:57.251+08:00Mengalir Seperti Air<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, "Guru, saya sudah bosan<br />
hidup. Benar-benar jenuh.<br />
Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan<br />
selalu gagal. Saya ingin mati." Sang Guru tersenyum, "Oh, kamu sakit."<br />
"Tidak Guru, saya tidak sakit.<br />
Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati."<br />
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan, "Kamu<br />
sakit. Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap<br />
kehidupan."<br />
<br />
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap<br />
kehidupan. Kemudian,<br />
tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang<br />
bertentangan dengan norma<br />
kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan<br />
ini mengalir terus,<br />
tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita<br />
berhenti di tempat, kita<br />
tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit.<br />
Kita mengundang<br />
penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama<br />
kehidupan membuat kita<br />
sakit.<br />
<br />
Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam<br />
berumah-tangga, pertengkaran kecil<br />
itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu<br />
langgeng. Apa sih yang<br />
abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat<br />
kehidupan. Kita ingin<br />
mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal,<br />
kecewa dan menderita.<br />
<br />
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu<br />
benar-benar bertekad ingin<br />
sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." kata sang<br />
Guru.<br />
<br />
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh.<br />
Tidak, saya tidak ingin<br />
hidup." Pria itu menolak tawaran sang Guru.<br />
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin<br />
mati?"<br />
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."<br />
<br />
"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati.<br />
Ambillah botol obat ini.<br />
Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan<br />
separuh sisasnya kau<br />
minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam<br />
kau akan mati dengan<br />
tenang."<br />
<br />
Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya,<br />
semua Guru yang ia<br />
datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat<br />
hidup. Namun, Guru yang<br />
satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah<br />
menawarkan racun.<br />
Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia<br />
menerimanya dengan<br />
senang hati.<br />
<br />
Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah<br />
botol racun yang<br />
disebut "obat" oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan<br />
ketenangan yang<br />
tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks,<br />
begitu santai! Tinggal 1<br />
malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan<br />
dari segala macam<br />
masalah.<br />
<br />
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama<br />
keluarga di restoran<br />
Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama<br />
beberapa tahun<br />
terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin<br />
meninggalkan kenangan<br />
manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya<br />
amat harmonis. Sebelum<br />
tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik,<br />
"Sayang, aku mencintaimu."<br />
Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir,<br />
ia ingin meninggalkan<br />
kenangan manis! Esoknya, sehabis bangun tidur, ia<br />
membuka jendela kamar dan<br />
melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan<br />
tubuhnya. Dan ia tergoda<br />
untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia<br />
kembali ke rumah, ia<br />
menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa<br />
membangunkannya, ia masuk dapur<br />
dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu<br />
lagi untuk istrinya.<br />
Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin<br />
meninggalkan kenangan manis!<br />
Sang istripun merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang<br />
terjadi hari ini?<br />
Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."<br />
<br />
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan<br />
setiap orang. Stafnya<br />
pun bingung, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Dan<br />
sikap mereka pun<br />
langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena<br />
siang itu adalah siang<br />
terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!<br />
Tiba-tiba, segala sesuatu<br />
di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih<br />
toleran, bahkan<br />
menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda.<br />
Tiba-tiba hidup menjadi<br />
indah. Ia mulai menikmatinya.<br />
<br />
Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri<br />
tercinta menungguinya di<br />
beranda depan. Kali ini justru sang istri yang<br />
memberikan ciuman kepadanya,<br />
"Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini<br />
aku selalu merepotkan<br />
kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah,<br />
maafkan kami semua.<br />
Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku<br />
kami."<br />
<br />
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali.<br />
Tiba-tiba, hidup menjadi<br />
sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh<br />
diri. Tetapi bagaimana<br />
dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore<br />
sebelumnya?<br />
<br />
Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu,<br />
rupanya sang Guru<br />
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang<br />
saja botol itu. Isinya<br />
air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam<br />
kekinian, apabila kau<br />
hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu<br />
kapan saja, maka kau<br />
akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu,<br />
keangkuhanmu,<br />
kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan<br />
mengalirlah bersama sungai<br />
kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau<br />
akan merasa hidup.<br />
Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan.<br />
Itulah jalan menuju<br />
ketenangan."<br />
<br />
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang<br />
Guru, lalu pulang ke<br />
rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya.<br />
Konon, ia masih<br />
mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam<br />
kekinian. Itulah sebabnya,<br />
ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-6407459015442215092013-05-13T08:31:00.000+08:002013-05-13T08:31:11.017+08:00Belajar dari Merpati<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
1. Merpati adalah burung yang tidak pernah mendua hati. Coba perhatikan, apakah ada merpati yang suka berganti pasangan? Jawabannya adalah "tidak"! Pasangannya cukup 1 seumur hidupnya.<br />
<br />
2. Merpati adalah burung yang tahu kemana dia harus pulang. Betapapun merpati terbang jauh, dia tidak pernah tersesat untuk pulang. Pernahkah ada merpati yang pulang ke rumah lain? Jawabannya adalah "tidak"!<br />
<br />
3. Merpati adalah burung yang romantis. Coba perhatikan ketika sang jantan bertalu-talu memberikan pujian, sementara sang betina tertunduk malu. Pernahkah kita melihat mereka saling mencaci? Jawabannya, "tidak"!<br />
<br />
4. Burung merpati tahu bagaimana pentingnya bekerja sama. Coba perhatikan ketika mereka bekerja sama membuat sarang. Sang jantan dan betina saling silih berganti membawa ranting untuk sarang anak-anak mereka. Apabila sang betina mengerami, sang jantan berjaga di luar kandang. Dan apabila sang betina kelelahan, sang jantan gantian mengerami. Pernahkah kita melihat mereka saling melempar pekerjaannya? Jawabannya, "tidak"!<br />
<br />
5. Merpati adalah burung yang tidak mempunyai empedu, ia tidak menyimpan "kepahitan" sehingga tidak menyimpan dendam.<br />
<br />
Jika seekor burung merpati bisa melakukan hal-hal di atas, mengapa manusia tidak bisa? Hidup itu indah jika kita saling mengerti, berbagi, dan menghargai! Setuju..?<br />
<br />
<br />
<br />
<div>
(*re-share dari Andrie Wongso)</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-43141638701835136932013-05-12T09:09:00.000+08:002013-05-12T09:09:00.788+08:00Aku Menangis Untuk Adikku 6 Kali<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat<br />
terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,<br />
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.<br />
<br />
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di<br />
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima<br />
puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat<br />
adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu<br />
di tangannya.<br />
<br />
<br />
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku<br />
terpaku, terlalu<br />
takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun<br />
mengaku, jadi<br />
Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian<br />
berdua layak dipukul!"<br />
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.<br />
Tiba-tiba, adikku<br />
mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang<br />
melakukannya!"<br />
<br />
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku<br />
bertubi-tubi. Ayah begitu<br />
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya<br />
sampai Beliau kehabisan<br />
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu<br />
bata kami dan<br />
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah<br />
sekarang, hal memalukan<br />
apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ...<br />
Kamu layak<br />
dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"<br />
<br />
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan<br />
kami. Tubuhnya penuh<br />
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata<br />
setetes pun. Di<br />
pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis<br />
meraung-raung.<br />
Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan<br />
berkata, "Kak, jangan<br />
menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."<br />
<br />
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki<br />
cukup keberanian<br />
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi<br />
insiden tersebut<br />
masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah<br />
akan lupa tampang<br />
adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku<br />
berusia 8 tahun. Aku<br />
berusia 11.<br />
<br />
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia<br />
lulus untuk masuk<br />
ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya<br />
diterima untuk<br />
masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah<br />
berjongkok di<br />
halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi<br />
bungkus. Saya<br />
mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan<br />
hasil yang begitu<br />
baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air<br />
matanya yang mengalir<br />
dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin<br />
kita bisa membiayai<br />
keduanya sekaligus?"<br />
<br />
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah<br />
dan berkata,<br />
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah<br />
cukup membaca<br />
banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul<br />
adikku pada<br />
wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu<br />
keparat lemahnya?<br />
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan<br />
saya akan<br />
menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitu<br />
kemudian ia<br />
mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam<br />
uang. Aku menjulurkan<br />
tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang<br />
membengkak, dan<br />
berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan<br />
sekolahnya; kalau<br />
tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang<br />
kemiskinan ini." Aku,<br />
sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi<br />
meneruskan ke universitas.<br />
<br />
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang,<br />
adikku meninggalkan<br />
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit<br />
kacang yang sudah<br />
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan<br />
meninggalkan secarik<br />
kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas<br />
tidaklah mudah. Saya<br />
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."<br />
<br />
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku,<br />
dan menangis dengan<br />
air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu,<br />
adikku berusia 17<br />
tahun. Aku 20.<br />
<br />
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan<br />
uang yang adikku<br />
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di<br />
lokasi konstruksi,<br />
aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).<br />
Suatu hari, aku<br />
sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku<br />
masuk dan<br />
memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu<br />
di luar sana!"<br />
<br />
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku<br />
berjalan keluar, dan<br />
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor<br />
tertutup debu semen dan<br />
pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang<br />
pada teman<br />
sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,<br />
tersenyum, "Lihat bagaimana<br />
penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka<br />
tahu saya adalah<br />
adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"<br />
<br />
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku<br />
menyapu debu-debu<br />
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam<br />
kata-kataku, "Aku tidak<br />
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun<br />
juga! Kamu adalah<br />
adikku bagaimana pun penampilanmu..."<br />
<br />
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut<br />
berbentuk kupu-kupu.<br />
Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,<br />
"Saya melihat semua<br />
gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus<br />
memiliki satu."<br />
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku<br />
menarik adikku ke<br />
dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu,<br />
ia berusia 20. Aku 23.<br />
<br />
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca<br />
jendela yang pecah telah<br />
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah<br />
pacarku pulang, aku<br />
menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu<br />
tidak perlu<br />
menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan<br />
rumah kita!" Tetapi<br />
katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang<br />
pulang awal untuk<br />
membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka<br />
pada tangannya? Ia<br />
terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."<br />
<br />
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat<br />
mukanya yang kurus,<br />
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan<br />
sedikit saleb pada<br />
lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku<br />
menanyakannya.<br />
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di<br />
lokasi<br />
konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap<br />
waktu. Bahkan itu<br />
tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat<br />
itu ia berhenti.<br />
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata<br />
mengalir deras<br />
turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia<br />
26.<br />
<br />
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali<br />
suamiku dan aku<br />
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal<br />
bersama kami, tetapi<br />
mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali<br />
meninggalkan dusun,<br />
mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku<br />
tidak setuju juga,<br />
mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan<br />
menjaga ibu dan ayah<br />
di sini."<br />
<br />
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan<br />
adikku mendapatkan<br />
pekerjaan sebagai manajer pada departemen<br />
pemeliharaan. Tetapi adikku<br />
menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai<br />
bekerja sebagai pekerja<br />
reparasi.<br />
<br />
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk<br />
memperbaiki sebuah kabel,<br />
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah<br />
sakit. Suamiku dan<br />
aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada<br />
kakinya, saya<br />
menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer?<br />
Manajer tidak akan<br />
pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti<br />
ini. Lihat kamu<br />
sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak<br />
mau mendengar kami<br />
sebelumnya?"<br />
<br />
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela<br />
keputusannya.<br />
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan<br />
saya hampir tidak<br />
berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu,<br />
berita seperti apa<br />
yang akan dikirimkan?"<br />
<br />
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar<br />
kata-kataku yang<br />
sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga<br />
karena aku!"<br />
<br />
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam<br />
tanganku. Tahun<br />
itu, ia berusia 26 dan aku 29.<br />
<br />
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang<br />
gadis petani dari<br />
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara<br />
perayaan itu<br />
bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati<br />
dan kasihi?" Tanpa<br />
bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."<br />
<br />
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah<br />
kisah yang bahkan<br />
tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia<br />
berada pada dusun<br />
yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan<br />
selama dua jam untuk<br />
pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya<br />
kehilangan satu<br />
dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari<br />
kepunyaannya. Ia<br />
hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.<br />
Ketika kami tiba di<br />
rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang<br />
begitu dingin sampai<br />
ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu,<br />
saya bersumpah,<br />
selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan<br />
baik kepadanya."<br />
<br />
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu<br />
memalingkan perhatiannya<br />
kepadaku.<br />
<br />
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,<br />
"Dalam hidupku, orang<br />
yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan<br />
dalam kesempatan<br />
yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan<br />
perayaan ini, air mata<br />
bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.<br />
<br />
<br />
Diterjemahkan dari : "I cried for my brother six<br />
times"<br />
<br />
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-17173725652604545912013-05-11T10:45:00.002+08:002013-05-11T10:45:44.543+08:00Rantai Kebaikan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Pada suatu hari seorang pria melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri kebingungan di pinggir jalan. Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan. Maka pria itu menghentikan mobilnya di depan mobil Benz wanita itu dan keluar menghampirinya. Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang nyonya.<br />
<br />
Meskipun pria itu tersenyum, wanita itu masih ketakutan. Tak ada seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini. Apakah pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan kelaparan.<br />
<br />
Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan, sementara berdiri di Sana kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu. Ketakutan itu membuat sang nyonya tambah kedinginan. Kata pria itu, “Saya di sini untuk menolong anda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa hangat! Ngomong-ngomong, nama saya Bryan Anderson.”<br />
<br />
Wah, sebenarnya ia hanya mengalami ban kempes, namun bagi wanita lanjut seperti dia, kejadian itu cukup buruk. Bryan merangkak ke bawah bagian sedan, mencari tempat untuk memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu beberapa kali jari-jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban itu. Namun akibatnya ia jadi kotor dan tangannya terluka.<br />
<br />
Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban, wanita itu menurunkan kaca mobilnya dan mencoba ngobrol dengan pria itu. Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia berasal dari St. Louis dan hanya sedang lewat di jalan ini. Ia sangat berutang budi atas pertolongan pria itu.<br />
<br />
Bryan hanya tersenyum ketika ia menutup bagasi mobil wanita itu. Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar sebagai ungkapan terima kasihnya. Berapapun ju mlahnya tidak menjadi masalah bagi wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin terjadi seandainya pria itu tak menolongnya.<br />
<br />
Bryan tak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Ia menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan, dan Tuhan mengetahui bahwa banyak orang telah menolong dirinya pada waktu yang lalu. Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu, dan idak pernah ia berbuat hal sebaliknya.<br />
<br />
Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang itu, dan Bryan menambahkan, “Dan ingatlah kepada saya.”<br />
<br />
Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobilnya dan berlalu. Hari itu dingin dan membuat orang depresi, namun pria itu merasa nyaman ketika ia pulang ke rumah, menembus kegelapan senja.<br />
<br />
Beberapa kilometer dari tempat itu sang nyonya melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobilnya untuk sekedar mencari makanan kecil, dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah. Restoran itu nampak agak kotor. Di luar kafe itu ada dua pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat asing baginya.<br />
<br />
Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan handuk bersih untuk mengelap rambut wanita itu yang basah. Pelayan itu tersenyum manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari. Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang hamil hampir delapan bulan, namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya mempengaruhi sikap pelayanannya kepada para pelanggan restoran. Wanita lanjut itu heran bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan suatu pelayanan yang baik kepada orang asing seperti dirinya. Dan wanita lanjut itu ingat kepada Bryan.<br />
<br />
Setelah wanita itu menyelesaikan makanannya, ia membayar dengan uang kertas $100. Pelayan wanita itu dengan cepat pergi untuk memberi uang kembalian kepada wanita itu. Ketika kembali ke mejanya, sayang sekali wanita itu sudah pergi. Pelayan itu bingung kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu tertulis pada lap di meja itu.<br />
<br />
Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa yang ditulis wanita itu: “Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya. Saya juga pernah ditolong orang. Seseorang yang telah menolong saya, berbuat hal yang sama seperti yang saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus engkau lakukan: ‘Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu.’ Di bawah lap itu terdapat empat lembar uang kertas $ 100 lagi.<br />
<br />
Wah, masih ada meja-meja yang harus dibersihkan, toples gula yang harus diisi, dan orang-orang yang harus dilayani, namun pelayan itu memutuskan untuk melakukannya esok hari saja. Malam itu ketika ia pulang ke rumah dan setelah semuanya beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah ditulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan ke lahiran bayinya bulan depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup.<br />
<br />
Ia tahu betapa suaminya kuatir tentang keadaan mereka, dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya, pelayan wanita itu memberikan ciuman lembut dan berbisik lembut dan pelan, “Segalanya akan beres. Aku mengasihimu, Bryan Anderson!”<br />
<br />
Ada pepatah lama yang berkata, “Berilah maka engkau diberi.” Hari ini saya mengirimkan kisah menyentuh ini dan saya harapkan anda meneruskannya. Biarkan terang kehidupan kita bersinar. Jangan hapus kisah ini, jangan biarkan saja!<br />
<br />
<br />
Kirimkan kepada teman-teman anda! . Tuhan memberkati anda!<br />
<br />
Sumber : Dari Seorang Sahabat.....</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-5055686968443647162013-05-11T09:09:00.000+08:002013-05-11T09:09:00.249+08:00Setiap Hari Istimewa<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Kakak iparku membuka laci lemari pakaian kakakku yang paling bawah, lalu mengambil sesuatu terbungkus tissue putih dan mengulurkannya kepadaku sambil berkata: "Ini pakaian dalam yang sangat spesial."<br />
<br />
Kubuka bungkusan itu, dan kutemukan sebuah pakaian dalam yang sangat menawan, lembut, terbuat dari sutera, disulam tangan, dengan tali sangat lembut. Tag harga masih tertempel, dengan kode-kode penjualannya yang rumit.<br />
<br />
"Jane membelinya 8 atau 9 tahun yang lalu, dan belum pernah memakainya.Katanya ia ingin memakainya untuk suatu kesempatan yang sangat istimewa.Yah, rasanya inilah hari yang istimewa itu," kata kakak iparku lemah.<br />
<br />
Ia mengambil pakaian dalam itu dari tanganku, dan meletakkannya di tas tempat tidur, bersama dengan pakaian lainnya yang kami persiapkan untuk dibawa ke rumah duka.<br />
<br />
Ia memegang pakaian dalam itu sejenak, dan dengan tiba-tiba ia menutup laci tersebut keras-keras sambil berkata keras padaku: "Jangan pernah menyimpan sesuatu yang istimewa untuk kesempatan istimewa. Hidupmu tiap hari adalah istimewa."<br />
<br />
Aku terus ingat kata-kata tersebut sepanjang upacara pemakaman dan hari-hari sesudahnya. Saya membantu dia dan keponakan-keponakan saya untuk melewati hari-hari berkabung setelah kematian kakakku yang mendadak. Aku juga terus memikirkan mereka sepanjang penerbanganku kembali ke California dari kota Midwestern di mana kakakku tinggal. Aku juga memikirkan hal-hal yang belum sempat didengar, dilihat atau dikerjakan oleh almarhum kakakku.<br />
<br />
Aku juga memikirkan hal-hal yang sudah ia kerjakan tanpa menyadari Bahwa hal-hal tersebut sungguh sangat spesial. Aku terus memikirkan kata-kata kakak iparku, dan sepertinya kata-kata yang ia ucapkan saat hatinya penuh duka tersebut telah mengubah hidupku. Mendadak sepertinya aku telah membaca sedemikian banyak buku tetang kehidupan.<br />
<br />
Aku lalu memandang ke luar jendela dan menikmati pemandangan udara yang indah, tanpa pusing lagi memikirkan bagaimana kebun kesayanganku yang telah kutinggal pergi beberapa hari.<br />
<br />
Sesampai di rumahku sendiri,aku lalu menyempatkan diri untuk lebih Banyak berkumpul dengan keluargaku dan teman-temanku, dan langsung mengurangi kegiatan rapat-rapatku. Apabila diperlukan, hidup ini semestinya dipenuhi pola-pola untuk pengalaman tentang kenikmatan, dan bukan pertahanan serta beban. Sekarang saya mencoba untuk memperhitungkan waktu dengan lebih teliti dan mensyukurinya.<br />
<br />
Aku tidak "menyimpan" sesuatu. Kami bahkan menggunakan chinawares (piring-piring buatan cina) dan koleksi kristal kami setiap hari, tanpa menunggu ada pesta, ada tamu atau lainnya.<br />
<br />
Ketika kami kehilangan uang, ketika kran air bocor, ketika bunga camelia kami mekar, adalah saat-saat yang kami istimewakan.<br />
<br />
Saya pergi ke pasar memakai pakaian yang indah, jika memang sedang ingin. Semua kami lakukan tanpa rasa sayang yang berlebihan terhadap barang-barang tersebut. Teorinya, kalau saya kelihatan lebih berada daripada orang-orang di sekitarku, saya juga akan menjadi tidak pelit terhadap diriku sendiri.<br />
<br />
Saya tidak hanya memakai parfum kalau pergi ke pesta.<br />
<br />
Pelayan di toko bangunan, tukang sayur di pasar, teller di bank, dan teman-temanku di pesta, memiliki hidung yang berfungsi sama. Kata-kata "suatu hari kelak" ataupun "hari-hari ini", mempunyai makna yang sama bagi saya. Jika ada hal-hal yang layak didengar, ditonton, dibaca atau dikerjakan, saya akan berusaha mendengar, menonton, membaca atau mengerjakannya sekarang juga.<br />
<br />
Saya tidak tahu apa kira-kira yang akan almarhum kakakku apabila ia tahu bahwa keesokan harinya ("besok" adalah kata-kata yang tidak pernah kita bayangkan akan tidak terjadi) ia sudah tidak akan ada lagi di dunia ini. Mungkin ia akan menelpon seluruh keluarganya dan beberapa teman dekatnya, mungkin ia akan menelpon teman-teman lamanya dan meminta maaf akan kesalahan-kesalahan yang ia lakukan di masa lalu. Saya bahkan juga membayangkan bahwa ia justru akan pergi ke sebuah restoran cina yang sangat ia sukai.<br />
<br />
Tapi semua itu hanya perkiraanku saja. Kita tidak pernah tahu.<br />
<br />
Hal-hal tersebut pasti akan membuat aku marah bila belum dapat saya lakukan padahal saya tidak memiliki waktu lagi. Marah karena selama ini saya selalu menunda pertemuan-pertemuan dengan teman-teman baik saya, meskipun Saya sangat ingin berjumpa dengan mereka.<br />
<br />
Marah, karena selama ini saya jarang membalas surat-surat yang saya terima. Marah dan menyesal karena selama ini saya jarang sekali mengatakan pada isteri dan anak-anakku, betapa Saya menyayangi mereka. Kini saya selalu mengusahakan untuk tidak menunda atau menahan hal-hal yang sekiranya akan menambah keceriaan, kesulitan atau kesedihan dalam hidup ini. membuat saya tertawa.<br />
<br />
Dan setiap pagi, begitu saya membuka mata, saya katakan pada diri saya sendiri, bahwa hari itu adalah hari yang spesial. Setiap hari, setiap menit, setiap nafas, adalah benar-benar anugerah yang indah dari Tuhan.<br />
<br />
Jika anda menerima mail ini, pasti karena ada orang yang peduli dan sayang kepada anda. Jika anda selama ini terlalu sibuk, cobalah berhenti sejenak.<br />
<br />
Sempatkan beberapa menit saja memikirkan orang-orang yang dekat di hati anda, teman-teman yang telah memberikan warna pada hidup anda, guru, pembimbing, siapapun. Kalau perlu, forward email ini kepada mereka, just to show that you care.<br />
<br />
"Good friends must always hold hands, but true friends do not need to hold hands because they know the other hand will always be there."<br />
<br />
By Ann Wells (Los Angeles Times) gsn-soeki</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-21461354387647007612013-05-09T10:17:00.000+08:002013-05-09T10:17:40.609+08:00Bawang Bombay ,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Menjelang istirahat suatu kursus pelatihan, sang pengajar mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan. "Siapakah orang yang paling penting dalam kehidupan Anda?" Pengajar pun meminta bantuan seorang peserta maju ke depan<br />
kelas, dan mulai melakukan permainan itu.<br />
<br />
"Silakan tulis 20 nama yang paling dekat dengan kehidupan Anda saat ini"<br />
<br />
Peserta perempuan itu pun menuliskan 20 nama di papan tulis. Ada nama tetangga, teman sekantor, saudara, orang-orang terkasih dan lainnya. Kemudian pengajar itu menyilakan memilih, dengan mencoret satu nama yang dianggap tidak penting. Lalu siswi itu mencoret satu nama, tetangganya.<br />
<br />
Selanjutnya pengajar itu menyilakan lagi siswinya mencoret satu nama yang tersisa, dan siswi itu pun melakukannya, sekarang ia mencoret nama teman sekantornya. Begitu seterusnya.<br />
<br />
Sampai pada akhirnya di papan tulis hanya tersisa 3 nama. Nama orang tuanya, nama suami serta nama anaknya. Di dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi. Semua peserta pelatihan mengalihkan pandangan ke pengajar. Menebak-nebak apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh pengajar itu. Ataukah, selesai sudah tak ada lagi yang harus di pilih.<br />
<br />
Namun dikeheningan kelas sang pengajar berkata: "Coret satu lagi!"<br />
<br />
Dengan perlahan dan agak ragu siswi itu mengambil spidol dan mencoret satu nama. Nama orang tuanya.<br />
<br />
"Silakan coret satu lagi!"<br />
<br />
Tampak siswi itu larut dalam permainan ini. Ia gelisah. Ia mengangkat spidolnya tinggi-tinggi dan mencoret nama yang teratas dia tulis sebelumnya. Nama anaknya. Seketika itu pun pecah isak tangis di kelas.<br />
<br />
Setelah suasana sedikit tenang, pengajar itu lalu bertanya:<br />
<br />
"Orang terkasih Anda bukan orang tua dan anak Anda? Orang tua yang melahirkan dan membesarkan Anda. Anda yang melahirkan anak. Sedang suami bisa dicari lagi. Mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan?"<br />
<br />
Semua mata tertuju pada siswi yang masih berada di depan kelas. Menunggu apa yang hendak dikatakannya. "Waktu akan berlalu, orang tua akan pergi meninggalkan saya. Anak pun demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkan saya juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya."<br />
<br />
Kehidupan itu bagaikan bawang bombay. Ketika di kupas selapis demi selapis, akan habis. Dan adakalanya kita dibuat menangis.</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-67422456136870087732013-05-07T09:08:00.002+08:002013-05-07T09:08:13.467+08:00Mensyukuri Hidup<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Mendengar Istri ngomel di rumah, berarti aku masih punya keluarga.<br />
<br />
Mendengar suami masih ngorok di sebelahku berarti aku masih punya suami.<br />
<br />
Melaihat & Mendengar tingkah Anak – anak yang menjengkelkan, berarti aku punya seseorang yang akan meneruskan hidupku dan merawatku nanti<br />
<br />
Merasa lelah & pegal linu setiap sore, itu berarti aku mampu bekerja keras.<br />
<br />
Membersihkan piring dan gelas kotor setelah menerima tamu di rumah, itu berarti aku punya teman.<br />
<br />
Pakaianku terasa agak sempit, itu berarti aku makan cukup.<br />
<br />
Membersihkan Lantai, Meja, Halaman Rumah, itu berarti aku memiliki tempat tinggal.<br />
<br />
Mendapatkan banyak tugas yang merepotkan, itu berarti aku dipercayai dapat melakukannya<br />
<br />
Mendapatkan rekan kerja/bisnis yang mengesalkan menandakan karier/bisnis ku masih bergerak & hidup<br />
<br />
Mendengar bunyi jam alarm di pagi hari, itu berarti aku masih hidup.<br />
<br />
Akhirnya…banyak hal yang dapat kita syukuri setiap hari..<br />
<br />
Berhenti mengeluh dan bersyukurlah. Tuhan Punya rencana yang baik untuk kita tanpa kita sadari..<br />
Semangat & Sukses selalu, bersyukur dalam setiap keadaan meski tak ada alasan untuk bersyukur sekalipun<br />
<br />
Selamat pagi,,, selamat beraktifitas & Berkah Dalem<br />
<div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-68635375274478036732013-05-06T10:46:00.001+08:002013-05-06T10:46:18.578+08:003 Kali Penyaringan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Di zaman Yunani kuno, Dr. Socrates adalah seorang terpelajar dan intelektual yang terkenal reputasinya karena pengetahuan dan kebijaksanannya yang tinggi. Suatu hari seorang laki-laki berjumpa dengan Socrates dan berkata, " Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah seorang teman Anda ?"<br />
<br />
<br />
"Tunggu sebentar," jawab Dr. Socrates. "Sebelum memberitahukan saya sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. Ujian tersebut dinamakan Ujian Saringan Tiga Kali. "Saringan tiga kali ?"tanya laki-laki tersebut. "Betul,"lanjut Dr. Socrates.<br />
<br />
"Sebelum Anda mengatakan kepada saya mengenai teman saya, mungkin merupakan ide yang bagus untuk menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan. Itulah kenapa saya sebut sebagai Ujian Saringan Tiga Kali.<br />
<br />
Saringan yang pertama adalah KEBENARAN. Sudah pastikah Anda bahwa apa yang Anda akan katakan kepada saya adalah benar ? "Tidak, belum tentu benar,"kata laki-laki tersebut,<br />
<br />
"Sesungguhnya saya baru saja mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda." "Baiklah," kata Socrates,<br />
<br />
"Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal itu benar atau tidak. "Sekarang mari kita coba saringan kedua yaitu : KEBAIKAN.<br />
<br />
Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai teman saya adalah sesuatu yang baik ? "Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk,"jawab laki-laki itu.<br />
<br />
"Jadi, "lanjut Socrates, "Ada ingin mengatakan kepada saya sesuatu yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin kalau itu benar. "Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya, yaitu : KEGUNAAN. Apakah apa yang Anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya ?"<br />
<br />
"Tidak, sungguh tidak," jawab laki-laki tersebut.<br />
<br />
"Kalau begitu," simpul Dr. Socrates, "Jika apa yang Anda ingin beritahukan kepada saya tentang teman saya tersebut tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya ?"<br />
<br />
Sebuah panah yang telah melesat dari busurnya dan membunuh seseorang yang tak bersalah, dan kata-kata yang telah diucapkan yang menyakiti hati seseorang, keduanya tidak pernah bisa ditarik kembali. Jadi sebelum berbicara tentang seseorang, gunakanlah Saringan Tiga Kali<br />
<br />
<br />
Salam Sukses Selalu,,,</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-7124640233871585122013-05-04T09:21:00.001+08:002013-05-04T09:21:28.983+08:00Betapa Hebatnya Aku,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh, segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia terus melanjutkan perjalannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar itu.<br />
<br />
Pikir pengembara itu "Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan perjal anan ini."<br />
Maka pengembara itupun mengambil ancang-ancang dan ia menerobos semak itu.<br />
Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati<br />
"Betapa hebatnya aku. Semak belukarpun tak mampu menghalangi aku."<br />
<br />
Selama hampir 1 jam lamanya ia berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu. Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya<br />
"Jika aku melewati kerikil ini, kakiku pasti akan berdarah dan terluka. Tapi aku tetap harus melewatinya."<br />
<br />
Maka dengan segenap tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.<br />
Sekali lagi ia berkata dalam hati : "Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun tak mampu menghalangi jalanku."<br />
<br />
Pengembara itupun kembali melanjutkan perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk yang ketiga kalinya : "Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di puncak itu. Aku harus melewatinya."<br />
<br />
Maka pengembara itupun mulai mendaki batu itu dan ia...tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah.<br />
"Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi jalanku."<br />
<br />
Maka, iapun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak gunung itu. Betapa sukacitanya ia melihat pemandangan yang sungguh indah dan tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka sedang duduk memandanginya.<br />
<br />
Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena patah dan remuk tulangnya.<br />
<br />
Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada sosok penuh luka itu : "Mengapa tubuhmu penuh luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan yang ada tadi? Tidak bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya?"<br />
<br />
Jawab sosok penuh luka itu dengan tatapan penuh kasih : "Aku adalah Tuhanmu. Betapa hatiKu tak mampu menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu. Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu dari bawah agar tak satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU?"<br />
<br />
Pengembara itupun terduduk dan menangis tersedu-sedu.<br />
Untuk kedua kalinya, Tuhan harus menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.<br />
<br />
Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai & melindungi kita.<br />
Kita lebih mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala kasihNya dalam perjalanan hidup kita dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?<br />
<br />
GBU<br />
<div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-89556651511342746222013-05-04T08:41:00.000+08:002013-05-04T08:41:08.172+08:00Yang Keliatan Baik,,, Belum Tentu Benar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Suatu sore, seorang pemuda datang ke sebuah restoran yang menjual ayam goreng dan membeli 9 potong ayam. Ia membawa ayam gorengnya ke taman, untuk dinikmati bersama kekasihnya di bawah sinar rembulan yang romantis.Ketika membuka bungkusan ayam goreng itu, pemuda itu terkejut. Bukan ayam yang didapatinya, melainkan uang hasil penjualan restoran itu sebanyak 10jt rupiah. Pemuda itu kemudian mengembalikan uang itu dan meminta ayam goreng sebagai gantinya.Pemilik restoran, merasa kagum atas kejujuran si pemuda, menanyakan namanya dan mengatakan hendak menelpon wartawan surat kabar dan stasiun televisi agar membuat cerita tentang si pemuda. Ia akan menjadi pahlawan, sebuah contoh nilai kejujuran dan moral yang akan mengilhami yang lain!Namun pemuda yang sedang lapar itu menolaknya. "Kekasihku sedang menunggu. Aku hanya ingin ayam gorengku."Pemilik restoran menjadi semakin kagum atas sikap si pemuda yang begitu rendah hati. Ia memohon agar diijinkan menceritakan kejadian itu kepada wartawan. Pada saat itulah si pemuda jujur menjadi marah dan meminta ayam gorengnya."Aku tidak mengerti" kata pemilik restoran. "Anda adalah satu- satunya pemuda jujur di tengah dunia yang tidak jujur! Ini merupakan suatu kesempatan yang baik untuk mengatakan kepada dunia bahwa masih ada orang-orang jujur yang mau bertindak benar. Saya mohon, beritahukan nama Anda dan juga nama wanita itu. Apakah ia istrimu?""Itulah masalahnya," kata si pemuda. "Istriku ada di rumah. Wanita di dalam mobil itu adalah kekasihku. Sekarang berikan ayamku agar aku dapat pergi dari sini."Moral of the story :Mudah untuk terlihat baik di depan orang-orang yang tidak mengenalmu. Banyak di antara kita yang melakukan perbuatan baik di sana sini, pergi ke tempat ibadah, berkata benar, dan semua orang mengira kita adalah sosok ideal yang sebenarnya tidak demikian.Yang terpenting adalah apa yang ada di dalam hatimu. Tidaklah Penting berapa banyak hal yang kau perbuat atau apa yang orang lain kira tentang dirimu. Yang penting adalah hal yang terdalam. Jangan lakukan sesuatu supaya orang lain menyukaimu atau supaya seseorang kagum padamu - lakukan sesuatu untuk dirimu sendiri, jadikan dirimu seseorang yang lebih baik.<br />
<br />
“Be Your Self”<br />
<br /></div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-21138610399632293312013-05-03T09:16:00.002+08:002013-05-03T09:16:58.670+08:00Kisah Seekor Kupu - Kupu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<b>S</b>eseorang menemukan kepompong seekor kupu. Suatu hari lubang kecil muncul. Dia duduk mengamati dalam beberapa jam calon kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi. Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya. Dia mengambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap-sayap mengkerut. Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yang mungkin akan berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah bisa terbang.<br />
<br />
Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yang menghambat dan perjuangan yang dibutuhkan kupu-kupu untuk melewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut. Kadang-kadang perjuangan adalah suatu yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan perjuangan, itu mungkin justru akan melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yang semestinya yang dibutuhkan untuk menopang cita-cita dan harapan yang kita mintakan. Kita mungkin tidak akan pernah dapat “Terbang”. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengasih dan maha Penyayang. Kita memohon Kekuatan. Dan Tuhan memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar. Kita memohon kebijakan, dan Tuhan memberi kita Berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana. Kita memohon kemakmuran, dan Tuhan memberi kita Otak dan Tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya dalam mencapai kemakmuran. Kita memohon Keteguhan Hati, dan Tuhan memberi Bencana dan Bahaya untuk diatasi. Kita memohon Cinta, dan Tuhan memberi kita orang-orang bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai. Kita Memohon kemurahan / kebaikan hati, dan Tuhan memberi kita kesempatan-kesempatan yang silih berganti.<br />
<br />
Begitulah cara Tuhan membimbing Kita, Apakah jika saya tidak memperoleh yang saya inginkan, berarti bahwa saya tidak mendapatkan segala yang saya butuhkan? Kadang Tuhan tidak memberikan yang kita minta, tapi dengan pasti Tuhan memberikan yang terbaik untuk kita, kebanyakan kita tidak mengerti dan mengenal, bahkan tidak mau menerima rencana Tuhan, padahal justru itulah yang terbaik untuk kita.<br />
<div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-34729043688502389262013-05-02T09:19:00.000+08:002013-05-02T09:19:08.454+08:00Toko Suami,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Sebuah toko unik yang menjual calon suami baru saja dibuka di kota New York, tempat dimana wanita dapat memilih suami yang paling tepat untuknya. Diantara instruksi2 yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut.<br />
<br />
<b>"ANDA HANYA DAPAT MENGUNJUNGI TOKO INI SATU KALI "</b><br />
<br />
Toko tersebut terdiri dari 6 lantai, dimana semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut. Anda dapat memilih lelaki di lantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya. Lalu, seorang wanita pergi ke Toko Suami tersebut untuk mencari suami yang tepat untuknya. Setelah ia membayar karcis masuk ke toko tersebut dengan harga yang cukup mahal, ia mulai memasuki lantai pertama.<br />
<br />
Di lantai 1 terdapat tulisan...<br />
Lantai 1: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.<br />
<br />
Di lantai 2 terdapat tulisan...<br />
Lantai 2: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan dan senang anak kecil.<br />
<br />
Di lantai 3 terdapat tulisan...<br />
Lantai 3: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan cakep.<br />
<br />
Wow.. pikir wanita tersebut, tapi dia masih penasaran dan ingin untuk terus naik.<br />
<br />
Lalu sampailah wanita itu di lantai 4 dan terdapat tulisan...<br />
Lantai 4: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget dan suka membantu pekerjaan rumah.<br />
<br />
Ya ampun..! Si wanita berseru, "Aku hampir takpercaya..!".<br />
<br />
Si wanita penasaran dan tetap melanjutkan ke lantai 5 dan terdapat tulisan seperti ini...<br />
Lantai 5: Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, suka membantu pekerjaan rumah dan memiliki sifat romantis.<br />
<br />
Dia tergoda untuk berhenti di lantai 5, tapi kemudian dia melangkah kembali ke lantai 6 dan di lantai itu terdapat tulisan...<br />
<br />
Lantai 6: Anda adalah pengunjung yang ke 4363015. Tidak ada lelaki di lantai ini, lantai ini hanyalah semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah puas seperti anda!<br />
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-80131593399112242762013-05-02T09:03:00.001+08:002013-05-02T09:03:47.567+08:00Kisah Seekor Tikus,,,<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
<b>S</b>epasang suami istri petani pulang ke rumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang belanjaan, seekor tikus memperhatikan dengan seksama sambil menggumam,<br />
"Hmmm...makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar?"<br />
<br />
Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah perangkap tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang. Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak,<br />
"Ada perangkap tikus di rumah!....di rumah sekarang ada perangkap tikus!...."<br />
Ia mendatangi ayam dan berteriak,<br />
"Ada perangkap tikus!"<br />
Sang Ayam berkata,<br />
"Tuan Tikus, aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"<br />
<br />
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.<br />
Sang Kambing pun berkata,<br />
"Aku turut bersimpati...tapi tidak ada yang bisa aku lakukan."<br />
Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.<br />
" Maafkan aku, tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"<br />
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu ular.<br />
Sang ular berkata,<br />
"Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"<br />
<br />
Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri. Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilik rumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.<br />
<br />
Sang suami harus membawa istrinya ke rumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang, namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam. Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam oleh suaminya(kita semua tau, sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam). Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya. Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya. Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.<br />
<br />
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman. Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat. Dari kejauhan...Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.<br />
<br />
<br />
<i>SUATU HARI.. KETIKA ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN DAN MENGIRA ITU BUKAN URUSAN ANDA... PIKIRKANLAH SEKALI LAGI..</i><br />
<div>
<br /></div>
</div>
Unknownnoreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-4053764317553024573.post-64241181748721353382013-04-30T16:24:00.001+08:002013-04-30T16:24:27.851+08:00Prinsip Warren Buffet<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br />
Warren Buffet, salah satu orang terkaya didunia saat ini, pada tahun 2006 telah menyumbang $ 31 milyar untuk kegiatan sosial kepada yayasan Bill and Melinda Gates Foundation. Saat ini menurut Forbes kekayaannya mencapai $68 milyar ($68 Billion)<br />
<br />
"Hasil wawancara dengan CNBC"<br />
<br />
1. Pertama kali dia membeli saham investasi pada usia 11 tahun dan dia katakan itu sudah terlambat !<br />
Ajarkanlah anak – anak anda berinvestasi sejak dini.<br />
<br />
2. Dia membeli sebuah ladang kecil pada usia 14 tahun dari hasil mengantar koran<br />
Sesuatu bisa dibeli dengan sedikit tabungan<br />
Ajarkanlah anak – anak anda untuk memulai sebuah bisnis.<br />
<br />
3. Dia tetap tinggal dirumahnya yang kecil berkamar tiga yang ia tempati sejak menikah 50 tahun yll. Dia katakan : saya memiliki segalanya dirumah ini.<br />
Jangan membeli sesuatu yang tidak benar – benar anda butuhkan, dan ajarkanlah anak anda berpikir demikian.<br />
<br />
4. Dia menyetir sendiri mobilnya kemana saja dia ingin pergi dan dia tidak membutuhkan sopir pribadi maupun bodyguard<br />
Jadilah dirimu sendiri<br />
<br />
5. Dia tidak pernah mengendarai jet pribadinya, meskipun ia memiliki perusahaan jet terbesar didunia.<br />
Selalu berpikirlah cukup dengan apa yang kau miliki<br />
<br />
6. Perusahaannya, Berkshire Hathaway, memiliki 63 anak perusahaan. Dia hanya menulis 1 surat tiap tahun untuk para CEOnya , memberikan mereka target tahun tsb. Dia tidak pernah mengadakan rapat atau memanggil mereka .<br />
Letakkankan orang yang tepat pada posisinya.<br />
<br />
7. Dia hanya membuat 2 peraturan untuk CEOnya<br />
1: Jangan habiskan uang pemegang saham<br />
2: Jangan lupa peraturan no.1<br />
Buatlah suatu target dan buat mereka fokus dengan target tsb<br />
<br />
8. Dia tidak memiliki pergaulan kelas atas. Dia menghabiskan waktunya makan popcorn dan menonton TV dirumah.<br />
Jangan mencoba untuk pamer, jadilah diri sendiri<br />
<br />
9. Warren Buffet tidak membawa handphone dan tidak memiliki komputer dimejanya.<br />
<br />
10. Bill Gates, orang terkaya no.1 5 tahun yang lalu mengadakan janji temu dengan Warren Buffet.Dia merancang pertemuan untuk 30 menit saja, tapi dia menghabiskan 10 jam untuk belajar menjadi seperti Warren Buffet<br />
<br />
Nasehatnya untuk anak – anak muda:<br />
<br />
"Jauhkan dirimu dari pinjaman bank atau kartu kredit dan berivestasilah dengan apa yang kau miliki serta ingat :<br />
Uang tidak menciptakan manusia, manusialah yang menciptakan uang.<br />
Hiduplah sederhana sebagaimana dirimu sendiri.<br />
<br />
Jangan melakukan apapun yang dikatakan orang, dengarkan mereka, tapi lakukan apa yang baik saja.<br />
<br />
Jangan memakai merk, pakailah yang benar – benar nyaman untukmu.<br />
Jangan habiskan uang untuk hal – hal yang tidak benar – benar penting.<br />
Jika itu telah berhasil dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah<br />
<br />
"Orang yang berbahagia bukanlah orang yang hebat dalam segala hal, tapi orang yang bisa menemukan hal sederhana dalam hidupnya".<br />
<br />
Salam Sukses<br />
</div>
Unknownnoreply@blogger.com